Sabtu, 10 Desember 2016

PAMIT




Kebanyakan orang datang dan pergi meninggalkan lukanya kepadaku tanpa permisi dan tanpa pamit juga tanpa mengetuk. 

Untuk keberkian kalinya orang-orang itu datang lagi dan membawa lukanya padaku yang memang terkhusus untuk luka-luka itu. 

Pertanyaanku adalah kapan mereka bosan padaku. Pada luka-luka yang telah mereka dapati dari orang-orang yang mereka sayangi. Entahlah. Padahal aku saja bosan. 

Seterusnya seterusnya dan seterusnya...

Seterus sikap dan perilakunya padaku. Yang enggak membuatku mudah untuk menerima kembali. Jika kutuliskan daftar kekecewaan itu mungkin 100 lembar kertas takkan cukup atau mungkin kertas-kertas itu tak sanggup menahan beban-beban huruf yang kutuliskan 

Kalo boleh aku berkata 'aku bosan mendengar luka-luka yang mereka dapati itu dan disinggahkan padaku dengan diakhiri tanda titik (.) 
Lalu aku juga boleh berkata 'untuk keberkian kalinya aku bosan mendengar ucapan-ucapannya untuk berubah 

Terus aku boleh berkata lagi, sekali lagi habis itu sudah. 

Untuk kesekian kalinya aku selalu gagal memberi sesuatu yang istimewa untuknya. Sesuatu yang istimewa itu yang datang dari hatiku yang tulus untuk membuatnya tersenyum tanpa harus berada didekatnya setiap episode-episode dikehidupnya.

Salah? 

Aku rasa yang salah itu dari mereka-mereka yang selalu menerima luka-luka yang didapati dari orang-orang yang mereka sayangi dengan sangat. 

Lalu salahku apa? Salah aku yang punya hati tulus? Salah aku yang berniat untuk membuat orang lain bahagia? Ahh, entahlah.. Entah dimana salahnya. 

Ketika aku berkata begitu mereka yang datang padaku lalu pergi itu diam sejenak. Memandangiku dengan penuh binar-binar dan linang air mata. 

Lalu aku menghapus air mata mereka, memeluk mereka seolah-olah aku tak butuh batu sandaran. Aku memeluk erat mereka seolah-olah mereka itu adalah dia yang kuharapkan bisa bersamaku saat ini bahkan sampai menua kelak.

Aku melepas pelukan itu dan berkata..
Ada saatnya hatimu berkata cukup untuk membahagiakan hatimu yang rapuh
Ada saatnya hatimu berdiam diri untuk melupakan rasa kekecewaan 
Ada saatnya hatimu tidur untuk memilih memulihkan serpihan yang porak-poranda itu

Mereka memelukku semakin erat dan menangis sekuat mungkin. Bahuku lelah menampung beban mereka sementara hatiku masih tertidur dengan tenang. 
Mereka menangis terisak-isak sementara mataku kehilangan jarak bayangnya yang terlalu sibuk mencari yang terbaik dari bayangan lain yang bukan aku 

Aku pamit dari hatimu yang habis didera oleh kebisingan rinduku yang tak beraturan dan kebisingan mulutku yang tak henti-hentinya bercerita tentang apa saja

Aku pamit dari ilusi-ilusi rinduku yang tak mungkin dilihat oleh matamu 

Aku pamit.. 


-Editor hati frans-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar